I. STRATIFIKASI SOSIAL
Masyarakat
Turikale didiami oleh Suku Bugis-Makassar dan merupakan sebuah
komunitas yang sulit untuk dipisahkan antara kedua suku yang
mendiami, hal ini disebabkan karena kehidupan bermasyarakat sejak
awal terbentuknya, didasari oleh pola hidup manusia beragama yang
tidak membeda-bedakan asal keturunan secara tajam.
Namunpun demikian sebagai daerah berbudaya, stratifikasi sosial masyarakat
tetap dihormati, dihargai dan dipelihara sesuai konsepsi budaya yang
telah mengakar dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan latar belakang
asal usul masyarakat di Turikale, maka nampak bahwa aturan tentang
tingkatan masyarakat tetap berpatokan pada aturan yang berlaku pada
Kerajaan Bone dan Gowa, dua kerajaan yang memegang hegemoni politik
pada saat itu, yang menjadi sumber leluhur para pendiri Turikale.
Dengan
demikian di Turikale, pada kenyataannyapun masyarakatnya terbagi atas
tiga tingkatan besar, yaitu :
1.
Lapisan Bangsawan (Ana’arung/Ana’karaeng)
2.
Lapisan Masyarakat Merdeka (To Maradeka/Tumaradeka)
3.
Lapisan Hamba/Budak (Ata)
Lapisan
di atas pada intinya masih memiliki klassifikasi kualitas yang sesuai
dengan apa yang tercantum dalam Lontara Latoa, yaitu klassifikasi
tingkatan pada masing-masing lapisan masyarakat. Hal ini penting
terutama dalam persoalan suksesi pemerintahan dimana pemegang hak
utama terdapat pada lapisan Bangsawan kelas tertinggi yang disebut
Ana’pattola atau Ana’ti’no.
II. ASAL MUASAL STRATA BANGSAWAN
Kebangsawanan
atau stratifikasi sosial lapisan atas dalam perjalanan sejarah
Sulawesi Selatan ditemukan adanya dua sumber. Yang pertama, lapisan
bangsawan yang berdasar pada sejarah keturunan leluhurnya menurut
takaran adat istiadat, hal mana lapisan ini mulai dikenal sejak
kedatangan Tomanurung, dan keturunan langsung Tomanurung inilah yang
merupakan sebuah lapisan tersendiri yang disebut bangsawan. Yang
kedua adalah faktor kondisi dan keadaan yang dipaksakan artinya
menduduki lapisan sebagai bangsawan karena kedudukan yang diberikan
oleh Belanda sebagai penjajah yang menguasai kebijakan politik.
Pada
unsur yang pertama dapat diketahui dengan menelaah silsilah
leluhurnya berdasarkan lontara panguriseng (lontara silsilah). Jika
seseorang adalah keturunan Tomanurung dan dalam perkembangan
keluarganya tetap menjaga aturan wari’
(stratifikasi sosial)
maka orang tersebut dikatakan sebagai lapisan bangsawan asli. Di lain
fihak meski adalah keturunan Tomanurung namun dalam proses
perkembangannya tidak lagi menjaga aturan wari’ maka dikatakan
kebangsawanan orang tersebut telah luntur (= tuasa, Bahasa Makassar,
atau malawi’, Bahasa Bugis) dan stratifikasinya bergeser ke
stratifikasi sosial yang lebih rendah.
Pada
Unsur kedua adalah kebangsawanan yang bukan bersumber dari
Tomanurung, tetapi merupakan bangsawan ciptaan Kolonial Belanda
sebagai pemegang kekuasaan politik dalam masa penjajahan, sehingga
seseorang karena diberi kedudukan oleh Belanda sebagai seorang raja
‘boneka’, menempatkannya pada strata kedudukan sosial yang tinggi
dalam masyarakat hingga keturunannya. Dan ini merupakan bangsawan
imitasi.
Pada
saat sekarang kita dapat menelusuri atau menguji asal usul
kebangsawanan seseorang dari tiga unsur, yaitu apakah bersumber dari
Gowa, Luwu atau Bone. Selain itu Tokoh Sentral yang juga dapat
menjadi tolok ukur pengujian adalah La Patau
Matanna Tikka MalaE
Sanra Nyili’na WalinonoE To Tenribali Sultan Alimuddin Idris Petta
Matinroe ri Naga Uleng (Mangkau Bone XVI/Datu
Soppeng XVII/Ranreng Tuwa Wajo). Sebab akibat politik perkawinan yang
dijalankan oleh pamannya La Tenritatta
Towappatunru Petta Malampe’e Gemme’na
Arung Palakka Sultan Saaduddin (Raja
Bone XV) terhadap dirinya, yaitu mengawinkan
La Patau dengan I Mariama Karaeng Patukangang, puteri dari Raja Gowa
XIX bernama I Mappadulung Daeng Mattimu Karaeng Sanrabone Sultan
Abdul Jalil Tumenanga ri Lakiung dan kemudian La Patau dikawinkan
lagi dengan We Ummung Datu Citta Arung Larompong, puteri dari Raja
Luwu XVII bernama I Setiaraja Daeng Massuro Sultan Muhyiduddin
Matinroe ri Tompo’tikka serta selanjutnya dengan sekian banyak
puteri bangsawan/raja dari kerajaan lainnya di seantero
Bugis-Makassar sehingga menyebabkan bangsawan/raja Bugis-Makassar
memiliki kesamaan unsur leluhur, yaitu Bone, Gowa dan Luwu. Dengan
demikian untuk menelusuri kebangsawanan seseorang atau sebuah rumpun
keluarga adalah cukup dengan menggunakan tolok ukur atau parameter di
atas, maka akan segera diketahui kebangsawanan mana yang relevan
dengannya.
III. ASAL USUL BANGSAWAN TURIKALE
Pada
sejarah terbentuknya Turikale diketahui bahwa yang membuka
Wilayah Turikale adalah I Mappibare Daeng Mangiri putera dari I
Mappau’rangi Karaeng Boddia Karaeng Tallo Sultan Sirajuddin Raja
Gowa XXI/XXIII (1712 - 1724)/(1729 - 1735) dengan demikian keturunan
I Mappibare adalah berdarah Gowa keturunan langsung Manurunga ri
Taka’bassia (Somba Gowa I).
Selanjutnya
seorang cucu I Mappibare Daeng Mangiri bernama I Tate Daeng Masiang
diparistrikan oleh I Sulaimana Daeng Massikki Karaeng Simbang, putera
dari I Baso
Daeng
Ngitung Karaeng Simbang. La Baso Daeng Ngitung adalah putera dari La
Rassang Karaeng Simbang, yang mana beliau ini
adalah putera dari La Sengka Daeng Nimalo Karaeng Kanjilo Karaeng
Simbang, putera dari La Palettei Daeng Magappa Karaeng Tope Eja
Karaeng Sambu Eja, putera dari La Pallawagau Arung Palakka Karaenga
ri Gowa. La Pallawagau adalah putera dari La
Mappareppa Tosappewali Arung Palakka Karaeng Ana’moncong
Sultan Ismail Tumenanga ri Somba Opu
(Raja Gowa XX/Datu Soppeng XXII/Raja Bone XIX), putera dari La
Patau Matanna Tikka dari istri I
Mariama Karaeng Patukangang.
Ibunda
dari La Rassang Karaeng Simbang (istri dari La Sengka Dg Nimalo
Karaeng Simbang) bernama Besse Calulu adalah puteri dari La Makkasau
Arung Palakka, putera dari La Pottokati Arung Ujung Datu Baringeng.
La Pottokati adalah putera dari La Temmasonge
Datu Baringeng Sultan Abdul Razak Jalaluddin
Matinroe ri Malimongang (Raja Bone XXIII/Datu
Soppeng XXV) yang mana beliau inipun putera dari La Patau Matanna
Tikka dari istri We Ummung Datu Citta Arung Larompong.
Dengan
mempelajari paparan silsilah di atas dapat diketahui dengan jelas
untuk selanjutnya menarik sebuah kesimpulan bahwa
Rumpun/wangsa/bangsawan Turikale adalah bangsawan keturunan Tellu
BoccoE (Bone - Gowa - Luwu) dan bukanlah bangsawan imitasi buatan
Belanda.