Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa dalam perjalanan sejarahnya, Turikale dipimpin oleh 8 orang Kepala Pemerintahan Adat, yaitu sejak tahun 1796 sampai 1963
Sebagai
penghargaan dan penghormatan kepada mereka maka pada kesempatan ini
akan diuraikan secara singkat sejarah masing-masing kepala
pemerintahan (karaeng) serta sekilas tentang silsilah keluarganya,
sebagai berikut :
Seperti
tercatat di depan, bahwa Beliau inilah yang pertama-tama
memperoklamirkan berdirinya Turikale sebagai sebuah daerah otonom
yang berpemerintahan adat. Wilayah Turikale ini adalah warisan dari
kakeknya I Mappibare Daeng Mangiri, putera dari I Mappau’rangi
Karaeng Boddia Sultan Sirajuddin Raja Gowa/Tallo, yang membuka
Turikale sebagai daerah pemukiman yang berkembang dengan pesat.
I
Lamo Daeng Ngiri dalam mengendalikan pemerintahan bergelar I Daeng ri
Turikale, gelar yang dipilihnya sendiri sebagai bukti bahwa Turikale
ketika awal berdirinya menempatkan diri pemimpinnya tidak kaku dan
absolut/otoriter.
Beliau
adalah putera dari I Daeng Silassa dan ibunya bernama I Habiba Daeng
Matasa. Dari perkawinannya dengan I Daeng Sibollo, Beliau tidak
dianugerahi keturunan sehingga yang menggantikan kedudukannya adalah
Muhammad Yunus Daeng Mumang, putera dari adik perempuannya I Tate
Daeng Masiang yang diperistrikan oleh I Sulaimana Daeng Massikki
Karaeng Simbang.
I
Lamo Daeng Ngiri yang pertama kali mendirikan secara otonom Lembaga
Ke-Kadhi-an di Maros, tepatnya pada tahun 1815, ketika Sayyid
Amrullah Daeng Mambani diangkat sebagai Kadhi Maros berkedudukan di
Labuan (Turikale) dengan wilayah fungsi seluruh daerah adat di
Wilayah Maros. Ke-Kadhi-an ini adalah kesinambungan dari Kadhi
Bontoala Kerajaan Gowa.
Pada
tahun 1831, I Lamo Daeng Ngiri kembali keharibaan Sang Khalik dan
sebagaimana dituliskan di depan penggantinya adalah :
Dalam
mengendalikan pemerintahan Muhammad Yunus Daeng Mumang tetap bergelar
I Daeng ri Turikale. Ciri Beliau dalam mengendalikan pemerintahan
tetap mengikuti ciri yang ditunjukkan oleh pamannya I Lamo Daeng
Ngiri.
Dalam
masa pemerintahannya lah pertama kali Masjid Turikale dibangun meski
dalam bentuk yang sangat sederhana sekaligus diresmikan berdirinya
Lembaga Ke-Imam-an Turikale dengan mengangkat pertama kali sebagai
Imam Turikale ialah Syech Muhammad Yusuf Daeng Makkuling, keturunan
ke-7 garis laki-laki dari Syech Yusuf Tuanta Salamaka ri Gowa yang
memperistrikan puteri Muhammad Yunus Daeng Mumang yang bernama Sitti
Habiba Daeng Manurung.
Muhammad
Yunus Daeng Mumang memperistrikan I Getteng dan memberi keturunan
masing-masing :
1.
Sulaimana Daeng Mattara
2.
Habiba Daeng Manurung
3.
Yadaneng Daeng Rannu
4.
Hudaerah Daeng Tayu
Sesungguhnya
yang amat pantas untuk menggantikannya ialah putera sulungnya
Sulaimana Daeng Mattara, tetapi oleh Beliau hal tersebut tidak
direstui menjadi Putera Mahkota sebab prilaku Sulaimana Daeng
Mattara menurut penilaian beliau kurang terpuji sehingga oleh Beliau
yang diamanahkan untuk menggantikannya ialah keponakannya bernama I
Laoemma Daeng Manrapi, putera adiknya I Dolo Daeng Patokkong Petta
CorawaliE ri Makuring, yang ketika itu telah menjabat sebagai Karaeng
Simbang.
Puteri
Muhammad Yunus Daeng Mumang bernama Habiba Daeng Manurung
diperistrikan oleh Syech Muhammad Yusuf Dg Makkuling (Imam Turikale
I), kelak keturunannya akan senantiasa menjabat sebagai Imam
Turikale. Puteri selanjutnya Yadaneng Daeng Rannu diperistrikan oleh
Sayyid Tanro Dg Mangawing yang keturunannya sekarang merupakan
rumpun keluarga Sayyid yang bertempat tinggal di Tambua Maros Utara.
selanjutnya puterinya yang bernama Hudaera Daeng Tayu diperistrikan
oleh Jayalangkara Dg Pasila menurunkan keturunan yang saat ini
merupakan sebuah keluarga besar di Bontotangnga Tanralili.
Pada
masa pemerintahan Muhammad Yunus Daeng Mumang yang menjabat sebagai
Kadhi ialah Sayyid Husain Daeng Massese (1856), Sayyid Abdul Rahman
Daeng Marewa (1856) dan Sayyid Muhammad Ali Daeng Mangnguluang (1856
– 1889).
La
Oemma Daeng Manrapi adalah Kepala Pemerintahan Turikale yang
pertama-tama bergelar Regent, sebab ketika naik tahta menggantikan
pamannya Muhammad Yunus Daeng Mumang, pemerintah Belanda yang
menguasai Sulawesi Selatan mengubah bentuk pemerintahan semua
kerajaan lokal di Sulawesi Selatan menjadi Regentschaap yang
dikepalai oleh seorang penguasa dengan gelar Regent.
La
Oemma Daeng Manrapi adalah putera dari La Dolo Daeng Patokkong Petta
CorawaliE ri Makuring Karaeng Simbang VIII (adik kandung Muhammad
Yunus Daeng Mumang) Ibundanya bernama I Besse Daeng Kanang (puteri
Karaeng Tallasa).
Sebelum
La Oemma Daeng Manrapi diangkat sebagai Regent/Karaeng Turikale,
beliau telah menduduki tahta Karaeng Simbang IX sejak tahun 1834
sehingga dengan pengangkatannya sebagai Regent Turikale, beliau
melebur menjadi satu pemerintahan antara Simbang dan Turikale yang
berpusat di Redaberu.
Beliau
adalah seorang pengikut fanatik Tarekat Khalwatiah Samman sehingga
dalam masa pemerintahannya masyarakat benar-benar hidup dalam nuansa
religius yang islami. Beliau beristri dua kali, yang pertama dengan I
Bakko Daeng Taunga yang diperistrikannya sebelum memangku jabatan
sebagai Karaeng Simbang & Turikale dan yang kedua dijadikannya
sebagai permaisuri (karaeng baine) ialah I MaErana Daeng Taugi Puang
LoloE, puteri dari I Malarau Daeng Materru Karaengta Allu, dan dari
Karaeng Baine-a ini lahir keturunan :
1.
Andi Patahuddin Daeng Parumpa (Karaeng Simbang X)
2.
Andi Sahada Daeng Ningai
Putera
tertua Andi Patahuddin Daeng Parumpa kelak akan memangku jabatan
sebagai Sullewatang Turikale dan Karaeng Simbang X, memperistrikan
Andi Maemuna Daeng Talele mempunyai keturunan :
1.
Andi Sohrah Daeng Masennang
2.
Andi Amiruddin Daeng Pasolong (Karaeng Simbang XI)
3.
Andi Abdul Rahaman Daeng Mamamngung (Controlleur van Maros)
4.
Andi Najamuddin Daeng Marala (Hulp Bestuurs Asisten van Selayar)
sedangkan
puterinya Andi Sahada Daeng Ningai diperistrikan oleh Andi Baduddin
Daeng Manuntungi (asal Gowa) dan melahirkan keturunan :
1.
Andi Lolo Daeng Patobo (Imam Simbang
2.
Andi Faharuddin Daeng Sisila (Imam Simbang)
3.
Andi Abdullah Daeng Matutu (Karaeng Tanralili)
Pada
masa pemerintahan La Oemma Daeng Manrapi yang menjabat sebagai Kadhi
ialah Sayyid Muhammad Ali Daeng Mangnguluang dan sebagai Imam adalah
Haji Andi Abdullah Daeng Maggading. Setelah Beliau wafat lalu
bergelar Karaeng Matinroa ri Bontomuloro, dan digantikan oleh
sepupunya.
Beliau
naik tahta sebagai Regent/Karaeng Turikale pada tahun 1872 ketika La
Oemma Dg Manrapi Wafat dan putera sulungnya Andi Patahuddin Daeng
Parumpa masih kanak-kanak, maka Dewan Hadat Turikale menetapkannya
sebagai Karaeng Turikale yang baru.
Beliau
adalah putera dari I Djipang Daeng Manessa seorang bangsawan Gowa
asal Kera-kera. Ibundanya bernama I Radeng Daeng Nigalo (adik kandung
Muhammad Yunus Daeng Mumang Karaeng Turikale II).
Ketika
Andi Sanrima Daeng Parukka masih berusia remaja menurut riwayat
adalah seorang remaja yang bandel, tetapi berkat pembinaan dari kakak
sepupunya La Oemma Daeng Manrapi Karaeng Turikale III, beliau lalu
mendalami dengan tekun ajaran Islam melalui Tarekat Khalwatiah Samman
sehingga dikenal luas sebagai seorang tokoh utama dalam jajaran
Tarekat tersebut disamping para Syech Besar yang berkedudukan di
Leppakkomai dan Patte’ne.
Dari
Syech Abdul Razak Puang Palopo (Syech Murabbi Tarekat Khalwatiah
Samman) beliau mendapatkan izin dan padlilah sebagai seorang
Chalifah. Atas inisiatif dan prakarsa Beliau Tarekat Khalwatiah
Samman disebarluaskan hingga masyarakat awam yang pada awalnya hanya
untuk kalangan keluarga bangsawan/raja, atas inisiatif ini yang suatu
yang sangat responsif oleh Syech Besar beliau diberi gelar Syech
Al-Haj Abdul Qadir Jaelani. Karena kharisma dan kearifan beliau yang
demikian agung sehingga, beliau lebih dikenal luas di negeri-negeri
luar Turikale sebagai seorang Ulama ketimbang sebagai seorang Umara
(Aristokrat/Penguasa).
Andi
Sanrima Daeng Parukka pertama kali memperistrikan I Tanra Daeng
Tamene Karaengta Sanggiringan, karena tidak dikarunia anak lalu
bercerai selanjutnya diperistrikannya Sitti Hawang Daeng Tasabbe yang
melahirkan :
1.
Andi Palaguna Daeng Marowa (Karaeng Turikale V)
2.
Andi Badalang Daeng Te’ne
selanjutnya
diperistrikan lagi Andi Mumba Petta Baji, puteri dari Andi Manyandari
Daeng Paranreng Karaeng Marusu XII Matinroe ri Campagae, dan
melahirkan :
1.
Andi Page Daeng Paranreng (Petta Hajji)
2.
Andi Duppa Daeng Malewa
3.
Andi Gulmania Daeng Baji
seorang
lagi istri beliau melahirkan putera bernama Andi Pallanti Daeng
Sitoro.
Putera
beliau yang tertua Andi Palaguna Daeng Marowa kelak menggantikannya
sebagai Karaeng Turikale V, sedangkan puterinya Andi Badalang Daeng
Te’ne diperistrikan oleh Andi Radja Daeng Manai Karaeng Bonto.
Puteranya Andi Page Daeng Paranreng kelak menjadi Karaeng Imam
Turikale (keturunannya diuraikan secara tersendiri pada Bab tentang
Imam Turikale). Puteranya lagi Andi Duppa Daeng Malewa adalah
ayahanda dari Andi Mardjang Sanrima Daeng Malewa Arung Cenrana XI,
sedangkan puterinya Andi Gulmania Daeng Baji diperistrikan oleh Syech
Haji Andi Abdullah Daeng Mangatta (Syech Murabbi ke-45 Tarekat
Khalwatiah Samman, Putera Syech Haji Abdul Razak Puang Palopo, Syech
Murabbi ke-44 Tarekat Khalwatiah Samman).
Ada
empat orang Kadhi yang menjabat secara berurutan dalam masa
pemerintahannya, yaitu : Sayyid Muhammad Ali Daeng Mangnguluang,
(1856-1889), Sayyid Abdul Wahab Daeng Mangngawing (1889), Sayyid
Thaha Daeng Mamala (1889) serta Sayyid Ahmad Basri Daeng Paranreng
(1889 - 1899). Sedangkan yang menjabat sebagai Imam Turikale ialah
Haji Andi Kamarong Daeng Manggauki.
Karena
keinginan untuk lebih mengabdikan diri pada pengembangan Tarekat
Khalwatiah Samman, maka pada tahun 1892, Beliau mengundurkan diri dan
digantikan oleh puteranya Andi Palaguna Daeng Marowa. Beliau wafat
pada tahun 1912 dan memperoleh gelar anumerta Puang Karaeng Matinroe
ri Masigi’na.
(bersambung)
mantap ! udah mau ngangkat sejarah keluarga turikale
ReplyDeletesalam !
cucu 1 andi nurdin sanrima
Tabe maraja, mohon diralat tahun pemerintahan KaraEng Turikale matinroE ri Bontomuloro'. Beliau tidak memerintah sampai tahun 1872, melainkan tahun 1866. Beliau wafat pada hari Rabu, 21 Jumadil akhir 1288 Hijriyah (1866), yang kemudian digantikan oleh sepupu satu kalinya yakni KaraEng Turikale MatinroE ri masigi'na yang dilantik secara adat pada tahun 1867. tabe,,,
ReplyDeleteTabe maraja, pada paragraf yang membahas Tareqat Khalwatiyah Samman yakni Syeikh Abdur Razak Al Bugis Al Buni, tertulis Syech Abdul Razak Puang Palopo,,,ini perlu diralat sebab Haji Palopo adalah sosok lain yang hidup sejaman dengan Syeikh Abdur Razak. Kemudian pada masa pemerintahan KaraEng Turikale III, pusat pengembangan dari Tareqat Khalwatiyah Samman masih di Solojirang Turikale, tepatnya di Kampung Pacelle'. Nanti pada tahun 1893, pada masa pemerintahan KaraEng Turiklae matinroE ri Masigi'na, Syeikh Abdur Razak pindah Ke Leppakkomai yang kemudian menjadi pusat pengembangan tareqat ini. Jadi Turikale menjadi pusat pengembangan Tareqat Khalwatiyah Samman yang pertama di kabupaten Maros, baru kemudian ke Leppakkomai dan kemudian Patte'ne pada masa pemerintahan KaraEng Turikale Syeikh Muhammad Salahuddin ibn Syeikh Abdul Qadir Djailani. Tabe maraja
ReplyDeleteapa sudah lengkap itu daeng keturunan dg parumpa.
ReplyDeletepakkanna
pabata
parukka
3 di atas apa tdk 1 garis keturunan atau belum pernah dapat referensi tentang mereka.
tabe daeng infonya